Salut! Itulah kata yang terucap ketika saya membaca halaman utama harian Jawa Pos (6/4) yang memberitakan konglomerat nomor wahid di muka bumi ini, Bill Gates, mendonasikan USD 40 juta atau sekitar Rp 450 miliar untuk membantu mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut Gates, masalah kesehatan di Indonesia ini masih cukup banyak. Oleh karenanya pemerintah tak dapat menyelesaikannya sendiri sehingga membutuhkan bantuan dari sektor swasta. Salah satu yang menjadi perhatian utama Gates adalah masalah TBC. Menurutnya, hingga saat ini masih banyak kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penyakit tersebut.
Nah, pada kesempatan kali ini saya ingin mengulas tentang pengobatan penyakit TB atau lebih tepatnya pengobatan TB secara gratis persembahan dari pemerintah.
Sekilas Tentang TB
TB/Tuberkulosis sendiri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang kerap kali menyerang organ tubuh manusia yakni paru-paru (disebut TB Paru). Namun bakteri ini juga menyerang anggota tubuh lainnya seperti selaput otak, kulit, tulang, kelenjar getah bening, dan bagian tubuh lainnya (disebut TB ekstra Paru). Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia produktif, kelompok ekonomi lemah, dan berpendidikan rendah.
Gejala dari penyakit ini antara lain batuk berdahak yang berkepanjangan bahkan hingga mengeluarkan darah, berat badan yang menurun drastis, demam, nafsu makan menghilang, serta sakit pada bagian dada. Beberapa penyebab penyakit TB antara lain adalah kebiasaan merokok, pencemaran udara/polusi, juga tertular oleh suspek TB di sekitarnya. Dahak merupakan sumber penularan utama dari penderita TB melalui udara bila penderita batuk, bersin dan berbicara sehingga percikan dahaknya yang mengandung kuman TB menyebar di udara dan terhirup oleh orang lain. Penderita TB Paru dengan BTA Positif (dalam parunya terdapat bakteri TB) dapat menularkan kepada 10 orang di sekitarnya.
Diagnosa terhadap penyakit TB dapat dilakukan melalui pemeriksaan dahak dengan bantuan mikroskop. Dahak yang diambil adalah dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Dahak Sewaktu (S) pertama adalah saat pertama kali datang periksa ke unit pelayanan kesehatan. Selanjutnya dahak pagi (P) merupakan dahak yang diambil pada pagi hari berikutnya sesaat setelah bangun tidur. Sedangkan dahak Sewaktu (S) kedua yaitu dahak yang diambil di unit pelayanan kesehatan pada saat menyerahkan dahak pagi. Seseorang didiagnosa menderita TB apabila dahaknya mengandung kuman TB.
Kondisi TB di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan penderita TB terbanyak di alam semesta ini. Tidak tanggung-tanggung, Indonesia menduduki posisi ke-4 dunia setelah India, China dan Afrika. Hal tersebut tak terbantahkan mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang gemar dengan kebiasaan buruk seperti merokok. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin tingginya produksi rokok di Indonesia dari tahun ke tahun, 326.8 miliar batang (2012), 341.9 miliar batang (2013) dan 361.4 miliar batang (target 2014), Jawa Pos (12/3). Belum lagi kondisi sanitasi yang buruk di pemukiman kaum ekonomi lemah semakin membuka lebar jalan bagi kuman TB untuk tersebar luas dalam waktu yang tidak lama. Masih banyak lagi penyebab kuman TB mudah bergerilya namun sering kali masyarakat tidak menyadari kehadiran bakteri mematikan ini disekitarnya.
Dilansir dari kompas.com (3/3), prevalensi TB di Indonesia pada 2013 ialah 297 per 100.000 penduduk dengan kasus baru setiap tahun mencapai 460.000 kasus. Dengan demikian, total kasus hingga 2013 mencapai sekitar 800.000-900.000 kasus. Tentu ini merupakan preseden buruk bagi dunia kesehatan utamanya di Indonesia.
Strategi Pemerintah Berantas TB
Berbagai strategi dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya pemberantasan penyakit mematikan ini. Pemberantasan Tuberkulosis di Indonesia diprioritas pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Untuk itu diterapkanlah strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) atas rekomendasi WHO yang diperkenalkan sejak tahun 1996 silam dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari, terutama pada fase awal pengobatan.
Pengobatan TB sendiri dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap awal yang berlangsung secara intensif selama dua bulan dan tahap lanjutan dengan durasi pengobatan antara 6-8 bulan (tergantung kondisi TB). Untuk mengetahui perkembangan hasil pengobatan dilakukan tiga kali pemeriksaan ulang dahak yakni pada akhir pengobatan awal, sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan. Selama berlangsungnya pengobatan pasien harus taat aturan untuk mengkonsumsi obat secara lengkap dan sesuai jadwalkan yang telah ditentukan hingga pasien dinyatakan sembuh. Pasien dinyatakan sembuh apabila pada pemeriksaan ulang dahak satu bulan sebelum akhir pengobatam dan akhir pengobatan sudah tidak ditemukan kuman TB lagi.
Sebaiknya penderita TB benar-benar menjalani pengobatan TB hingga tuntas. Kelalaian pasien suspek TB dalam menjalani pengobatan dapat menyebabkan kuman Mycrobacterium Tb yang ada di dalam tubuh penderita menjadi kebal terhadap obat atau Multi Drug Resistance (MDR). Selain itu penderita dapat juga menularkan kuman yang sudah kebal obat pada orang lain.
Pengobatan harus dilakukan di tempat pelayanan kesehatan untuk meminimalisir pasien yang tidak mengkonsumsi obat secara teratur. Selain itu juga untuk membantu pasien yang mulai mengalami efek samping dari pengobatan, misalnya mual, muntah, vertigo, dan lain-lain.
Obat GRATIS Pemerintah untuk pasien TB
Seperti data yang tercantum di atas bahwa pasien TB di Indonesia masih cukup banyak bahkan masuk peringkat 5 besar di dunia. Oleh karenanya pemerintah tak henti-hentinya melakukan berbagai upaya untuk menekan angka penderita TB di Indonesia. Selain menerapkan strategi DOTS seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pemerintah juga memberikan PENGOBATAN GRATIS bagi penderita TB. Dengan demikian masyarakat tidak perlu khawatir lagi akan biaya pengobatan TB yang cenderung memakan waktu cukup lama tersebut.
Masyarakat diharapkan segera memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat apabila mengalami gejala-gejala seperti batuk berdahak yang berkepanjangan bahkan hingga mengeluarkan darah, berat badan menurun drastis, demam, nafsu makan menghilang, serta sakit pada bagian dada. Untuk diagnosa awal pengobatan diberikan gratis, dan bagi pasien TB yang masuk dalam program semua pengobatan ditanggung pemerintah.
Adapun obat TB yang diberikan ke pasien, sebagian besar dalam bentuk tablet kombinasi atau paket fix dose combination (FDC) yang berisi kombinasi obat INH, Rimpafisin, Pirazinamid, Entambutol. Jangka waktu pengobatan adalah selama 6 bulan dan pasien harus mengkonsumsinya setiap hari.
Nah, pengobatan TB secara gratis tersebut dapat ditemui di tempat-tempat seperti Puskesmas, Rumah Sakit pemerintah, dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4). Pasien juga bisa mendatangi klinik PPTI Pusat yang berada di Jalan Sultan Iskandar Muda No.66A Kebayoran Lama Utara Jakarta Selatan, Klinik PPTI Jl. Baladewa 34 Jakarta Pusat, Klinik PPTI Jl. Dermaga Muara Angke 1 Jakarta Utara, dan Klinik-klinik PPTI di Medan, Jambi, Semarang, juga Bantul (DIY). Kabar gembira lainnya adalah pasien juga bisa mendapatkan pengobatan secara gratis di Rumah Sakit, Klinik maupun Dokter Praktek Swasta yang telah menjalin kerjasama dalam program ini.
Pengobatan TB gratis ini merupakan langkah nyata pemerintah dalam upaya menyehatkan warganya. Namun, langkah ini tidak akan berjalan mulus jika penderita itu sendiri tidak patuh atau bahkan menolak pengobatan. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat harus bersinergi dalam pemberantasan TB hingga tuntas. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti penyakit ini lenyap dari kolong langit ini.
Masukan untuk Pemerintah dan Instansi terkait
Masukan yang saya berikan ini bukan karena tidak mengapresiasi upaya pemerintah dalam memerangi Tuberkulosis. Melainkan sepucuk ide yang mungkin dapat membantu pemerintah mempercepat penanggulangan Tuberkulosis. Amin.
1. Maksimalkan Sosialisasi ‘Obat TB Gratis’
Mungkin pemerintah telah berusaha keras menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa penyakit TB bisa sembuhkan dengan pengobatan hingga tuntas melalui berbagai cara dan media. Namun, beberapa kali saya menjumpai reklame sosialisasi tersebut tanpa menyebutkan kata ‘GRATIS’. Mungkin hal ini sepele namun menurut saya justru ini sangat penting mengingat masyarakat Indonesia masih banyak yang menyandang predikat “ekonomi lemah”. Dengan ini diharapkan masyarakat tidak takut lagi memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan karena alasan ekonomi. Penyematan kata ‘GRATIS’ di dalam iklan sosialisasi ini penting karena masih banyak orang yang enggan mencari informasi lebih lanjut tentang apa yang harus diketahuinya. Artinya, tanpa kata ‘GRATIS’ tersebut banyak orang mengira biaya pengobatan TB itu mahal meski penyakit ini dapat disembuhkan.
2. Perbanyak Penyuluhan
Selain memaksimalkan sosialisasi obat TB gratis, pemerintah diharapkan lebih banyak lagi melakukan penyuluhan terkait penyakit TB. Selama ini pemerintah telah melakukan banyak penyuluhan namun sepertinya belum merata sehingga pengetahuan masyarakat akan penyakit ini masih terbatas. Penyuluhan tidak hanya dilakukan di kota-kota dengan daya tangkap warga yang baik namun juga harus dilakukan di desa-desa yang mungkin memiliki daya tangkap berbeda dari pada masyarakat kota umumnya (masyarakat berpendidikan rendah). Mayoritas masyarakat desa bukanlah orang-orang yang gemar menjemput bola dalam hal informasi semisal penyakit TB sehingga memberikan penyuluhan (memberikan bola) sangat penting dilakukan.
Selain itu masih banyak masyarakat yang mengaitkan penyakit ini dengan hal-hal mistis seperti santet, guna-guna bahkan kutukan sehingga penyakit ini dianggap sulit atau tidak bisa disembuhkan. Sudah saatnya masyarakat pintar dalam memahami setiap peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, untuk itu penyuluhan dari pihak-pihak berwenang sangat diperlukan sebagai media edukasi bagi warga.
Masyarakat juga perlu mengetahui bahwa mereka tidak perlu mengucilkan penderita TB karena dukungan moral dari warga sekitar penderita justru akan membantu penyembuhan secara psikologi/mental. Selain mengaitkan penyakit TB dengan urusan klenik, banyak juga yang menganggap penyakit TB sebagai penyakit HIV/Aids. Di sisi lain HIV/Aids diidentikkan sebagai akibat perilaku sosial buruk yang dilakukan oleh penderita/kerabatnya. Sehingga semakin banyak alasan masyarakat untuk menjauhkan diri dari penderita TB. Selain takut ketularan, mereka biasanya juga membenci penderita karena dianggap telah melakukan hal buruk yang mengakibatkan “kutukan” tersebut dan menganggapnya sebagai aib bagi lingkungan mereka. Kasus seperti ini pernah terjadi di kampung halaman saya beberapa tahun silam, penderita tersebut berakhir dengan kematian karena “dirumahkan”.
3. Perbanyak Unit Layanan Kesehatan
Sudah semestinya fasilitas kesehatan menjangkau seluruh lapisan masyarakat tak terkecuali bagi mereka yang tinggal di pelosok tanah air. Hal ini penting agar warga yang menderita penyakit berat seperti TB dapat ditangani dengan cepat. Alasan bagi seorang pasien untuk menolak pengobatan memang beragam, salah satunya adalah rasa malas. Malas karena unit pelayanan kesehatan terdekat lokasinya cukup jauh dari hunian, padahal pengobatan untuk penyakit TB berlangsung cukup lama dan harus rutin bahkan ada yang setiap hari.
Selain itu, jauhnya unit pelayanan kesehatan mengharuskan pasien mengeluarkan sejumlah uang untuk menempuh perjalanan menuju lokasi. Sementara itu masih banyak keluarga yang belum memiliki kendaraan pribadi sehingga harus menyewa atau menaiki kendaraan umum yang tentu saja biayanya tidak murah (jika dilakukan selama 6-8 bulan). Dengan demikian embel-embel ‘GRATIS’ dari pemerintah bagi penderita TB bukan mustahil dipertanyakan oleh masyarakat terutama bagi kaum tak berpunya. Dalam hal ini pengobatan ‘GRATIS’ yang digagas pemerintah tetap terasa berat bagi masyarakat. Untuk itu pemerataan unit pelayanan kesehatan mutlak perlu dilakukan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat dilakukan secara maksimal.
Pesan bagi masyarakat / pembaca post ini
1. Jangan mudah tergoda iklan
Banyak iklan yang beredar di berbagai media menawarkan obat/jamu/ramuan yang dapat menyembuhkan penyakit TB. Mereka juga menyatakan produk yang mereka jual adalah produk herbal dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu harga yang mereka tawarkan juga kurang bersahabat. Mungkin saja kandungan dalam produk tersebut memang bermanfaat bagi penyembuhan penyakit TB, namun alangkah lebih baik jika hal tersebut dikonsultasikan kepada dokter terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko buruk yang dapat ditimbulkannya, apalagi penyakit TB bukanlah penyakit yang bisa ditangani dengan main-main.
2. Mari bantu pemerintah kampanye ‘Obat TB Gratis’
Mari sebar luaskan info baik ‘Obat TB Gratis’ ini kepada orang-orang di sekitar kita baik sanak saudara, teman, tetangga atau siapapun. Siapa tahu mereka juga menyebarluaskan informasi ini kepada yang lainnya lagi sehingga lebih banyak orang yang tahu tentang program pemerintah yang satu ini. Mungkin suatu saat ada penderita TB yang terbantu dengan informasi yang pernah kita sampaikan.
Demikianlah ulasan tentang obat gratis TB kali ini, semoga dapat memberi manfaat pengetahuan bagi pembaca post ini. Jika ada salah kata atau informasi tambahan harap memberi masukan di kolom komentar ya, terima kasih. ^-^
Jika Bill gates menunjukkan kepeduliaannya terhadap TB dengan menyumbangkan pundi-pundi dolarnya. So, tulisan ini dibuat dalam rangka turut serta berkontribusi mengkampanyekan pengobatan gratis penyakit TB kepada khalayak. Kalau penyakit TB bisa sembuh secara gratis, kenapa bayar?
Referensi :
Harian Jawa Pos tanggal 12 Maret dan 6 April
alhamdulilah yaaa masih ada cara menyembuhkan penyakit tanpa bayar alias gratiss... :-D semogaaa saudara 2 kita setanah air yang sakit TB bisa segera sembuh total semuanyaaa
ReplyDeleteiya mak, untuk itu mari kita sebarluaskan informasi baik ini kepada banyak orang sehingga banyak yg terbantu. tetapi untuk mendapatkan pengobatan gratis ini alangkah lebih baik bila bertanya dahulu pada unit pelayanan kesehatan yang dituju apakah tempat tersebut ikut dalam program ini...
Deleteterima kasih mak sudah mampir, tos dulu hehe cheer
Wah nice info Mak, aku juga baru tau ada pengobatan TB gratis. Mestinya harus banyak-banyak di sosialisasi nih. Takut-takut ada masyarakat yg belum tau. Makasih Mak infonya ^_^
ReplyDeletemakanya, mari bantu sebar luaskan info baik ini kpd khalayak, siapa tau ada yg trbantu dr info yg kita berikan hehe
DeleteYeay... gambarnya kreatif. ^^
ReplyDeletemakasi mak :)
DeleteWaw..ulasannya lengkap! Saya juga Kalo ga ikut lomba ini gatau mak obat TB gratis..good luck ya mak:)
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Deleteiya mak, semoga tulisan yg kita buat dpt membantu pemerintah kampanye obat TB gratis ya, amin...:-)
DeleteWah detil bener artikelnya nih... semoga menang yaaa...
ReplyDeleteAmin, terima kasih doanya mak :-)
Deletesebenernya pantangan ane mampir kesini sebelum buat artikel..
ReplyDeletefiuh......... tekanan mental kan jadinya ;-(
artikelnya udah komplit berbobot banget lagi
grrrrr..... harus muter otak berkali kali nih
:)
mantep banget tulisannya sist
haha mesti lebay koncoku sink siji iki.
Deletejgn lp ikutan edisi berikutnya ya cuy ...
Wah mak.. Aku seringnya ikutan GA yang fiksi-fiksi gitu.. Hihihi..
ReplyDeleteAda sih draft buat GA Tubercolois ini.. Tapi konten yang aku kumpulin gak lengkap-lengkap :(
*pengalihan dari males browsing*
ak malah kurang bs mak kl fiksi hahaha
Deleteayo mak semangat ikut edisi berikutnya ya...
semoga dengan program gratis semakin banyak yang sembh dr TB
ReplyDeleteAmin...! bener banget mak...
Deletemakasi dah mampir kesini (c)
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete