Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Bait lagu
Hymne Guru di atas tentu sudah familiar terdengar bagi warga Indonesia, tentu
saja bagi yang pernah mengenyam pendidikan minimal di bangku sekolah dasar.
Lagu tersebut juga menunjukkan betapa besar peran seorang guru mengawal
pendidikan anak bangsa hingga pantas disebut sebagai pahlawan, lebih tepatnya
pahlawan tanpa tanda jasa. “Guruku,
Pahlawanku”, mungkin kalimat ini pantas diucap seorang murid sebagai bentuk
apresiasi terhadap perjuangan seorang guru. Disebut pahlawan karena seorang
guru adalah tauladan bagi para siswanya, seharusnya. Tauladan yang dimaksud
tentunya merupakan tauladan mulia yang mampu menciptakan para generasi bangsa
nan cerdas, berwawasan dan tentu saja berakhlak mulia sebagai tujuan utama
pendidikan. Namun, tentu saja bukan hanya guru yang kemudian menjadi penunjang
pendidikan dikatakan berhasil. Banyak faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
bagaimana dunia pendidikan menumbuh kembangkan generasi cerdas bangsa, antara
lain yaitu infrasrtuktur dan fasilitas sekolah, fasilitas guru, serta penunjang
lainnya yang tentu saja melibatkan peran dari banyak pihak terutama pemerintah
baik pusat maupun daerah.
Selama ini
pemerintah telah menggembar-gemborkan wacana pendidikan nasional. Namun
benarkah semua masyarakat telah tersentuh pendidikan? Masih banyak ditemui
disana-sini anak-anak putus sekolah, minimnya infrastruktur & fasilitas
sekolah, kurangnya tenaga pengajar dan masih banyak lagi masalah-masalah lain.
Permasalahan tersebut terlebih melanda sekolah-sekolah yang terdapat di daerah
pelosok, dari sini terlihat jelas diskriminasi masih terjadi. Padahal tak
sedikit anak-anak pelosok dengan segala keterbatasan yang ada malah menelurkan prestasi-prestasi
baik di tingkat regional, nasional bahkan internasional. Oleh karena itu
sepatutnya diskriminasi dihapus dan pendidikan anak-anak di daerah pelosok
sama-sama menjadi prioritas utama pemerintah. Selain masalah diatas tentu masih
banyak lagi persoalan yang perlu diselesaikan agar tujuan dari pendidikan
nasional benar-benar tercapai. Adapun beberapa hal yang kiranya perlu
diperbaiki dalam sistem pendidikan di Indonesia agar supaya berjalan lancar dan
untuk memperbaiki citra pendidikan.
INFRASRUKTUR & FASILITAS SEKOLAH
Infrastruktur
sekolah yang mutlak tersedia dalam proses belajar adalah bangunan gedung
sekolah beserta mebelernya. Didaerah perkotaan mungkin infrastruktur seklah ini
tidak lagi menjadi kendala bahkan mungkin sangat lengkap dengan berbagai
fasilitas pendukung lainnya karena seperti yang kita tahu di perkotaan jugalah
bertebaran sekolah-sekolah unggulan seperti Sekolah Standar Nasional (SSN),
Sekolah Rintisan Berstandar Internasional (RSBI), Sekolah Berstandar
Internasional (SBI) dan bentuk sekolah unggulan lainnya, bahkan sekolah-sekolah
unggulan juga banyak yang memiliki tenaga pengajar asing dan berbagai fasilitas
super mewah lainnya. Namun hal ini justru bertolak belakang dengan kebanyakan
sekolah yang ada di kawasan pelosok nusantara yang bangunan sekolahnya banyak
yang rusak atau bahkan tidak memiliki ruang kelas. Padahal pendidikan bukan
hanya milik anak-anak kota tetapi merupakan hak setiap warga Negara termasuk
anak-anak daerah pelosok dan terpencil. Pemerintah harus memantau dan
mengetahui apakah semua sarana penunjang yang diperlukan tersebut telah
terpenuhi atau belum, sebab pendidikan menjadi bagian tanggung jawab pemerintah
seperti yang termaktub dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Serta Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Sudahkah pemerintah melaksanakan
amanat UUD 1945? Silahkan pemerintah berkaca karena nyatanya belum semua anak
Indonesia mendapat pelayanan pendidikan yang layak. Selain bangunan sekolah
sebagai keperluan primer pendidikan, kebutuhan fasilitas laiinya seperti buku,
peralatan tulis-menulis, seragam termasuk hal yang wajib terpenuhi, lagi-lagi
bagi mereka yang ada di “sudut-sudut” Indonesia. Bukankah orang pinggiran juga butuh pendidikan.
Sebaiknya
untuk daerah pelosok dibuat sekolah satu atap mulai dari sekolah dasar,
menengah pertama atau jika memungkinkan ditambah untuk yang menengah lanjutan.
Dengan adanya sekolah satu atap dapat memudahkan para murid melaksanakan
pendidikan berjenjang, terutama wajib belajar 9 tahun karena mereka tidak perlu
jauh-jauh ke kota untuk bersekolah sehingga tidak ada alasan lagi putus sekolah
karena masalah jarak tempuh yang jauh dan memerlukan pengeluaran banyak.
TENAGA PENGAJAR
Guru. Ya, itulah kebutuhan
selanjutnya yang wajib dipenuhi agar proses pendidikan berjalan lancar. Bagi
sekolah-sekolah unggulan yang ada di perkotaan hal ini bukan masalah. Toh,
mereka bahkan mampu mendatangkan guru dari luar negeri. Bagi sekolah-sekolah
pelosok merupakan “sesuatu” yang mahal hingga kepayahan mendapatkannya. Padahal
guru merupakan tombak bagi berhasil atau tidaknya pendidikan selain daripada
lingkungan. Dikarenakan keberadaannya yang amat vital bagi proses belajar
mengajar, sebaiknya pemerintah tidak tidur dengan masalah ini. Seperti
diberitakan Koran Lokak Palembang
(6/11/12) “Sekolah Dasar Negeri 153 yang
terletak di Kebun Bunga, Kecamatan Sukarame Palembang, dengan anak didik
sebanyak1037 siswa/siswi dan tenaga pengajar hanya 23 PNS serta 9 tenaga Honorer”.
Juga Tribun Manado (5/11/12) “Sekolah Dasar (SD) Kecil Rasa’an yang
terletak di Kecamatan Likupang Timur mengalami kekurangan tenaga pengajar. Sedikitnya
untuk saat ini SD Kecil Rasa’an masih membutuhkan empat tenaga pengajar”. Bahkan
Lensaindonesia.com (6/9/12) : “Kekosongan jabatan kepala sekolah di
Ponorogo dan kurangnya tenaga pengajar
untuk tingkat sekolah dasar, berimbas pada kualitas pendidikan. Hal itu
terjadi di wilayah pendidikan Ponorogo”. Diakui Supeno Kepala Dinas
Pendidikan Ponorogo “Kurangnya tenaga
pengajar di wilayahnya tak lepas dari peran pemerintah yang tak lagi menerima
pendaftaran PNS. Disebutkan Supeno, dari data jumlah lembaga dan ukuran
idealnya, kekurangan tenaga pendidik SD di Ponorogo mencapai 720 orang”.
Ini baru tiga daerah yang saya contohkan, saya yakin
masih banyak lagi daerah lainnya yang kekurangan jumlah tenaga pengajar. Kekurangan
tenaga pengajar bukan masalah yang layak dibiarkan. Sebaiknya persoalan semacam
ini harus segera terselesaikan mengingat pentingnya keberadaan seorang guru
bagi para siswa. Jika pemerintah masih kekurangan tenaga pengajar yang
berstatus PNS, untuk sementara dapat memanfaatkan guru non PNS dan juga honorer,
namun harus tetap harus menggunakan mekanisme yang tepat sehingga tidak
menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Meski kekurangan tenaga pengajar namun tak berarti
boleh mengangkat guru secara asal-asalan. Kompetensi guru tetap harus menjadi
pertimbangan karena bagaimanapun juga kualitas seorang murid juga ditentukan
kualitas seorang guru. Pemerintah harus memastikan bahwa mereka adalah guru
dengan kompetensi profesional dan pedagogik yang memadai.
FASILITAS GURU
Rumah Dinas Guru (RDG)
Selain
siswa/siswi yang memerlukan fasilitas sekolah, demikian halnya dengan para guru
yang juga membutuhkan fasilitas seperti RDG ini. Kebutuhan RDG terutama bagi
para guru yang rela mengajar di daerah terpencil karena sudah seharusnya
semangat perjuangan para guru mendidik anak bangsa di imbangi dengan fasilitas
yang menunjang. Pemenuhan fasilitas untuk guru tentu saja agar para guru tidak
mengajar setengah hati hanya dikarenakan fasilitas yang tidak memadai, bukankah
mereka juga telah berkorban dengan rela menjauhi indahnya gemerlap perkotaan
dan juga hidup serba sederhana dengan fasilitas seadanya? Kebutuhan RDG
diberbagai wilayah masih sangat kurang, kalaupun sudah ada banyak diantaranya
yang telah rusak dan membutuhkan perbaikan seperti yang diberitakan dua media
berikut ini. Sindonews.com
(11/9/12) “Dinas Pendidikan Banyuasin
menyatakan kondisi rumah dinas guru (RDG) terutama pada jenjang pendidikan
dasar (SD) di Banyuasin sudah banyak rusak. Sebagai perbandingan, dari tidak
lebih dari 200 rumah dinas ada di sekolah negeri di Banyuasin, sebanyak 145
dalam kondisi rusak sehingga tidak dapat dihuni” dan Banjarmasinpost.co.id, “Ketua
Komisi III DPRD Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang membidangi masalah
Pendidikan, Kesehatan dan Kesra, Subandi, menegaskan, program guru silang dari
sekolah yang ada di kecamatan kota ke pelosok Palangkaraya selayaknya juga
dibarengi dengan pembangunan perumahan dinas guru di sekolah pelosok
tersebut agar guru tidak mondar-mandir ke kecamatan kota”. "Selama ini
memang dilematis. Untuk peningkatan dan pemerataan pendidikan untuk sekolah
yang ada di pelosok sangat kekurangan guru. Mereka kurang berminat untuk
mengajar di daerah pelosok tersebut lantaran kurangnya fasilitas pendukung
untuk sarana belajar termasuk masih minimnya perumahan dinas guru di
pelosok," katanya.
Dari
dua berita diatas dapat dilihat pentingnya keberadaan RDG sebagai penunjang
kegiatan guru yang berada di daerah pelosok. Selain itu, ternyata masih banyak
RDG yang belum terpenuhi ataupun yang membutuhkan perbaikan dengan segera.
Harapan ini tentu bukan saja milik para guru, namun juga masyarakat setempat
karena mereka pastinya akan senang jika anak-anak mereka dapat bersekolah dan
gurunya mengajar dengan sepenuh hati dan tentu saja agar para guru yang ada di
pelosok tidak cemburu dengan para guru yang ada di perkotaan.
Tunjangan
Menurut
saya, selain Rumah Dinas Guru, hal pentingnya lainnya yang perlu diperhatikan
adalah masalah tunjangan bagi para guru. Selama ini banyak orang yang enggan
menjadi guru karena pekerjaan ini
dianggap tidak bisa membuat orang menjadi “kaya”, meski pada kenyataan mereka
kaya dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu sudah sepatutnya para guru mendapat
gaji tambahan yaitu tunjangan agar mereka sejahtera dan lebih bergairah dalam
menularkan ilmu pada para siswanya. Sebenarnya tunjangan ini sudah bukan berbentuk
ide lagi, karena kenyataannya pemerintah telah memberikan tunjangan pada para
guru yang berstatus PNS, non PNS maupun honorer. Namun seperti yang santer
terdengar, pemberian tunjangan ini masih saja memunculkan banyak masalah
disana-sini. Mulai dari penyaluran
alokasi dana tunjangan profesi guru yang berstatus pegawai negeri sipil di
daerah yang terhambat, keterlambatan dan kekurangan pembayaran
tunjangan profesi guru yang disalurkan pemerintah hingga guru yang bingung
karena terlalu banyak rekening yang harus dibuka untuk penerimaan tunjangan. Masalah-masalah
seperti seharusnya tidak perlu ada jika saja para pejabat yang ditunjuk untuk
menyalurkan dana tunjangan tersebut bertugas sesuai prosedur dan tentu saja
birokrasi yang mbulet ditiadakan.
Jangan
lupa juga memikirkan kesejahteraan para guru yang ada di perbatasan karena
kondisinya tidak kalah menyedihkan. Banyak guru yang tidak mendapatkan hak
tunjangan khusus guru perbatasan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
seperti dilansir dari Koran-jakarta.com (6/11/12) Anggota Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menambahkan sistem penyaluran tunjangan khusus guru perbatasan dan daerah terpencil bermasalah. Hanya 5 persen dari total anggaran tunjangan khusus guru di perbatasan yang terserap dengan baik. "Sistem delivery bermasalah. Uang dari pusat ada, tapi penyerapannya susah," kata Hetifah.
seperti dilansir dari Koran-jakarta.com (6/11/12) Anggota Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menambahkan sistem penyaluran tunjangan khusus guru perbatasan dan daerah terpencil bermasalah. Hanya 5 persen dari total anggaran tunjangan khusus guru di perbatasan yang terserap dengan baik. "Sistem delivery bermasalah. Uang dari pusat ada, tapi penyerapannya susah," kata Hetifah.
Sebaiknya
pemerintah segera memperbaiki sistem pembayaran tunjangan yang lebih baik. Pembayaran tunjangan profesi guru yang
disalurkan pemerintah kota/kabupaten sebaiknya segera dievaluasi. Pembayaran
tunjangan profesi guru sebesar satu kali kaji pokok setiap bulannya mungkin
akan lebih lancar ketika disalurkan oleh pemerintah provinsi.
MORAL GURU
Setelah
pemerintah dituntut memperbaiki infrasrtuktur dan fasilitas sekolah, penambahan
tenaga pengajar, memenuhi fasilitas dan tunjangan guru, kini saatnya
mengingatkan “pahlawan” kita yaitu Bapak dan Ibu guru untuk menjaga sikapnya
baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. “guru kencing berdiri, murid kencing sambil berlari”, pepatah ini
tak kan lekang oleh waktu karena akan selalu mengingatkan para guru kapanpun,
dimanapun agar senantiasa berakhlak mulia. Bukankah seorang guru harus memiliki
standar intelektual dan sehat secara fisik, psikis, mental, moral, sosial dan
juga spiritual. Jika setiap guru mampu memenuhi persyaratan di atas, saya yakin
tidak akan ada guru bermasalah alias sempurna. Sayangnya, banyak oknum guru yang
minus moral sehingga melakukan tindakan yang seharusnya tidak patut dilakukan
oleh seorang guru. Ibarat gara-gara nila setitik rusaklah susu sebelanga, ulah
beberapa oknum guru pun mencoret muka pendidikan di Indonesia.
Kasus asusila
Pelecehan
seksual kerap kali dilakukan oleh guru pria terhadap murid perempuannya. Mulai dari
pencabulan hingga pemerkosaan. Seperti bulan Maret lalu yang terjadi di salah
satu SMP Negeri di Nganjuk, ada seorang guru kesenian yang menyetubuhi enam
siswinya dengan dalih memberikan jam pelajaran tambahan kepada siswi yang
incarnya kemudian menodai siswi tersebut di dalam kelas. Siapapun yang
mengetahui berita ini pastilah sangat miris dan menyesalkan tindakan amoral
oknum guru tersebut karena telah menghancurkan masa depan korbannya. Jika demikian,
masih pantaskah ia disebut seorang guru?
Kasus kekerasan
Kasus berikutnya
yang tak kalah memilukan adalah kasus kekerasan yang dilakukan oknum guru
terhadap muridnya. Kasus kekerasan tidak hanya dilakukan oleh guru laki-laki
namun juga oleh guru perempuan, tentu sangat mengecewakan melihat kenyataan
ini. Seorang guru yang harusnya menyayangi murid layaknya kasih sayang ibu
terhadap anak malah mengasari mereka. Kekerasan tersebut terjadi dalam berbagai
bentuk yang melukai fisik maupun psikis murid. Kekerasan fisik diantaranya
dengan mencubit, menampar, memukul, bahkan menendang. Kekerasan psikis yang
terjadi antar lain memaki-memaki dengan kata kasar seperti bodoh, melempar buku
tulis siswa dan masih banyak lagi. Sebagai contoh adalah pengalaman saya
sendiri sewaktu sekolah dahulu. Ketika duduk di bangku kelas 1 SD guru Bahasa
Indonesia saya melempar buku tulis teman saya gara-gara tidak bisa menuliskan
kata pisang, tentu kami ketakutan pada saat itu karena kami bahkan baru lulus
TK, hingga sekarangpun saya masih mengingat kejadian saat itu. Kemudian saat
SMA teman saya berinisial H ditampar oleh guru Kimia di dalam kelas, saat
upacara bendera teman laki-laki saya berinisial A ditampar oleh guru Matematika
dan teman perempuan berinisial P dipukul
dengan kayu oleh guru Kimia yang tadi juga menampar teman saya di dalam kelas. Haruskah
cara-cara kriminal seperti ini dilakukan seorang guru?
Kasus diskriminasi
Stop diskriminasi!!!
Diakui atau tidak diskriminasi sering mewarnai dunia pendidikan. Sikap “membeda-bedakan”
ini jika dilakukan seorang guru kepada murid pastinya akan mempengaruhi mental
anak tersebut. Kecerdasan, etnis, asal, warna kulit atau kondisi ekonomi
keluarga sering kali menjadi alasan untuk mengerdilkan mental seorang siswa. Yang
paling umum ditemui adalah diskriminasi program study, dimana murid-murid dari
jurusan IPA dikatakn lebih baik dari pada mereka yang memilih jurusan IPS dan
Bahasa. Murid kelas IPA sering di identikkan bahwa mereka itu pintar, kutu buku
dan bermasa depan cerah. Anak kelas IPS diidentikkan sebagai kumpulan anak-anak
nakal, suka tawuran dan bermasa depan suram. Lebih parah lagi, kelas Bahasa
dikatakan sebagai anak buangan karena tidak diterima di kelas IPA maupun IPS. Padahal
tidak pernah ada penelitian yang mampu membuktikan kebenaran tersebut. Bukankah
semua ilmu pasti berguna? Indonesia memiliki para ilmuwan yang pastinya berasal
dari kelas IPA yang mempelajari ilmu alam, pemerintah butuh akuntan dan
diplomat dari jurusan IPS yang belajar ilmu sosial dan tentu saja kita semua
butuh bahasa agar mampu berkomunikasi dengan baik dan benar . Lalu kenapa masih ada diskriminasi,
jika semua ilmu nyatanya berguna?
Lain-lain
Selain
tiga tindakan di atas, tindakan kurang terpuji laiinnya yang dilakukan oknum
guru ialah melakukan praktik jual beli nilai, menggunakan narkoba, menggunakan
ijazah palsu demi memperoleh gelar akademik, perselingkuhan bagi guru yang telah
beristri/bersuami dan tentunya masih banyak lagi yang belum tercantum dalam
tulisan ini.
Apapun
bentuk kesalahan yang dilakukan oleh guru haruslah mendapat hukuman yang sesuai
agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun rekan sesama guru. Dalam bahasa
Jawa kata guru merupakan kepanjangan dari digugu
lan ditiru, artinya dapat dipercaya dan jadi contoh dengan kata lain guru
adalah tauladan bagi muridnya. Bagaimana
bisa menjadi tauladan jika perbuatan seorang guru penuh dengan cela. Padahal dikatakan
sebelumnya bahwa guru merupakan ujung tombak masalah pendidikan. Semoga kasus
yang dilakukan beberapa oknum guru dapat menjadi pelajaran berharga bagi para
guru lainnya dan semoga kejadian-kejadian tersebut dapat dienyahkan dari dunia
pendidikan.
SEKOLAH
GRATIS
Pemerintah dengan gencarnya
mengkampanyekan sekolah gratis kepada masyarakat, namun pada kenyataanya hampir
tidak ditemui sekolah yang benar-benar gratis. Toh, nyatanya masih banyak siswa
yang membayar hingga jutaan rupiah. Sekolah-sekolah membebankan berbagai
pungutan liar kepada para siswa dengan bermacam-macam modus. Koransumedang.com
(24/10/12) mengabarkan : Program buku
yang katanya gratis, namun belakang datang tagihan bahwa buku tersebut harus
dibayar. Hal itu, merupakan taktik mencari keuntungan dengan skrenario
perangkap untuk menjebak mangsa. Bahkan, dari dua UPTD Pendidikan TK dan SD di
Sumedang ini, berhasil dijaring uang hingga Rp. 191 juta.
Adanya program Bantuan Operasioanl
Sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah BOS seharusnya dapat meringankan
beban para orang tua siswa. Sebagaimana tujuan utama dari BOS adalah untuk membebaskan
pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri
terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf
internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI), membebaskan
pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di
sekolah negeri maupun swasta serta meringankan beban biaya operasi sekolah bagi
siswa di sekolah swasta.
Dengan demikian perlu diadakan
pengawasan terhadap penggunaan dana BOS, baik oleh wali murid, para guru, masyarakat
maupun pemerintah. Menurut saya langkah pemerintah yang menyalurkan dana BOS dengan
mekanisme transfer melalui pemerintah provinsi sudah benar. Namun pengawasan
tetap harus dilakukan agar celah korupsi tidak pernah ada lagi. Dengan demikian
diharapkan program sekolah gratis benar-benar terealisasi dan dapat dinikmati
oleh para peserta didik yang membutuhkannya.
Semoga
pendidikan di Indonesia semakin baik kualitasnya dan merata ke seluruh penjuru
tanah air bahkan hingga sudut-sudutnya. Jayalah Indonesiaku, berkibarlah
Indonesiaku. Wahai guruku, kau pahlawanku, lentera dalam hidupku, terangilah
seluruh negeri dengan sinarmu. Terima kasih banyak guru telah menjadikanku
berguna bagi bangsaku.
Referensi :
ANTARA News, 2012. Penyaluran tunjangan guru jangan terhambat. Diunduh pada 10/11/2012. http://www.antaranews.com/berita/328063/penyaluran-tunjangan-guru-jangan-terhambat
Banjarmasinpost.Co.Id, 2012. Guru
Pelosok Harus Disiapkan Rumah Dinas.
Diunduh pada 10/11/2012. http://banjarmasin.tribunnews.com/mobile/index.php/2012/06/07/guru-pelosok-harus-disiapkan-rumah-dinas
Kemendikbud.go.id, 2012. Tentang BOS. Diunduh pada 10/11/2012. http://bos.kemdikbud.go.id/home/about
Koran-jakarta.com,
2011. Nasib Guru Daerah Perbatasan Memprihatinkan. Diunduh pada 10/11/2012. http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/77039
Kuswandi,
R, 2012. Tunjangan Guru Tak Utuh, FGII
Tuntut Gubernur Jabar. Diunduh pada 10/11/2012.http://regional.kompas.com/read/2012/10/29/1624003/Tunjangan.Guru.Tak.Utuh.FGII.Tuntut.Gubernur.Jabar.
Lensaindonesia.Com, 2012. Kualitas Pendidikan di Ponorogo Menurun Akibat
Kurangnya Tenaga Pendidik. Diunduh pada 10/11/2012. http://www.lensaindonesia.com/2012/09/06/kualitas-pendidikan-di-ponorogo-menurun-akibat-kurangnya-tenaga-pendidik.html
Malau, J, -. Tujuan
Pendidikan Nasional. Diunduh pada 10/11/2012. http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html
Mako, 2012. Buku
Gratis Tapi Bayar Rp. 191 Jt Dua UPTD Pendidikan Terjebak. Diunduh pada
10/11/2012. http://koransumedang.com/2012/10/buku-gratis-tapi-bayar-rp-191-jt-dua-uptd-pendidikan-terjebak/
Napitupulu,
E. L, 2012. Provinsi Siap Ambil Alih
Pembayaran Tunjangan Guru. Diunduh pada 10/11/2012. http://edukasi.kompas.com/read/2012/08/10/20205929/Provinsi.Siap.Ambil.Alih.Pembayaran.Tunjangan.Guru
Noegroho, W,
2012. Stop Diskriminasi Terhadap Siswa.
Diunduh pada 10/11/2012. http://ceritaku-sudutpandangku.blogspot.com/2012/10/stop-diskriminasi-terhadap-siswa-ips.html
Sugiarto, I, 2012. SDN 153 Masih Kekurangan Tenaga Pengajar.
Diunduh pada 10/11/2012. http://www.koranlokak.com/pendidikan/sdn-153-masih-kekurangan-tenaga-pengajar/
.
Tazmalinda,
2012. 145 unit rumah dinas guru rusak.
Diunduh pada 10/11/2012. http://daerah.sindonews.com/read/2012/09/11/24/671799/145-unit-rumah-dinas-guru-rusak
Utodu, S, 2012. SD Kecil Rasa'an Kekurangan Tenaga Pengajar.
Diunduh pada 10/11/2012.
http://manado.tribunnews.com/m/index.php/2012/11/05/sd-kecil-rasaan-kekurangan-tenaga-pengajar
Wasono, H, 2012. Guru SMP di Nganjuk Setubuhi Enam Siswinya.
Diunduh pada 10/11/2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/058391554/Guru-SMP-di-Nganjuk-Setubuhi-Enam-Siswinya
jadi inget guru sd ku....
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete