Guru, Kau Lentera Hidupku

mieagoblog
2

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

Bait lagu Hymne Guru di atas tentu sudah familiar terdengar bagi warga Indonesia, tentu saja bagi yang pernah mengenyam pendidikan minimal di bangku sekolah dasar. Lagu tersebut juga menunjukkan betapa besar peran seorang guru mengawal pendidikan anak bangsa hingga pantas disebut sebagai pahlawan, lebih tepatnya pahlawan tanpa tanda jasa. “Guruku, Pahlawanku”, mungkin kalimat ini pantas diucap seorang murid sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan seorang guru. Disebut pahlawan karena seorang guru adalah tauladan bagi para siswanya, seharusnya. Tauladan yang dimaksud tentunya merupakan tauladan mulia yang mampu menciptakan para generasi bangsa nan cerdas, berwawasan dan tentu saja berakhlak mulia sebagai tujuan utama pendidikan. Namun, tentu saja bukan hanya guru yang kemudian menjadi penunjang pendidikan dikatakan berhasil. Banyak faktor lainnya yang dapat mempengaruhi bagaimana dunia pendidikan menumbuh kembangkan generasi cerdas bangsa, antara lain yaitu infrasrtuktur dan fasilitas sekolah, fasilitas guru, serta penunjang lainnya yang tentu saja melibatkan peran dari banyak pihak terutama pemerintah baik pusat maupun daerah.
Selama ini pemerintah telah menggembar-gemborkan wacana pendidikan nasional. Namun benarkah semua masyarakat telah tersentuh pendidikan? Masih banyak ditemui disana-sini anak-anak putus sekolah, minimnya infrastruktur & fasilitas sekolah, kurangnya tenaga pengajar dan masih banyak lagi masalah-masalah lain. Permasalahan tersebut terlebih melanda sekolah-sekolah yang terdapat di daerah pelosok, dari sini terlihat jelas diskriminasi masih terjadi. Padahal tak sedikit anak-anak pelosok dengan segala keterbatasan  yang ada malah menelurkan prestasi-prestasi baik di tingkat regional, nasional bahkan internasional. Oleh karena itu sepatutnya diskriminasi dihapus dan pendidikan anak-anak di daerah pelosok sama-sama menjadi prioritas utama pemerintah. Selain masalah diatas tentu masih banyak lagi persoalan yang perlu diselesaikan agar tujuan dari pendidikan nasional benar-benar tercapai. Adapun beberapa hal yang kiranya perlu diperbaiki dalam sistem pendidikan di Indonesia agar supaya berjalan lancar dan untuk memperbaiki citra pendidikan. 

INFRASRUKTUR & FASILITAS SEKOLAH
Infrastruktur sekolah yang mutlak tersedia dalam proses belajar adalah bangunan gedung sekolah beserta mebelernya. Didaerah perkotaan mungkin infrastruktur seklah ini tidak lagi menjadi kendala bahkan mungkin sangat lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung lainnya karena seperti yang kita tahu di perkotaan jugalah bertebaran sekolah-sekolah unggulan seperti Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah Rintisan Berstandar Internasional (RSBI), Sekolah Berstandar Internasional (SBI) dan bentuk sekolah unggulan lainnya, bahkan sekolah-sekolah unggulan juga banyak yang memiliki tenaga pengajar asing dan berbagai fasilitas super mewah lainnya. Namun hal ini justru bertolak belakang dengan kebanyakan sekolah yang ada di kawasan pelosok nusantara yang bangunan sekolahnya banyak yang rusak atau bahkan tidak memiliki ruang kelas. Padahal pendidikan bukan hanya milik anak-anak kota tetapi merupakan hak setiap warga Negara termasuk anak-anak daerah pelosok dan terpencil. Pemerintah harus memantau dan mengetahui apakah semua sarana penunjang yang diperlukan tersebut telah terpenuhi atau belum, sebab pendidikan menjadi bagian tanggung jawab pemerintah seperti yang termaktub dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Serta Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."  
Sudahkah pemerintah melaksanakan amanat UUD 1945? Silahkan pemerintah berkaca karena nyatanya belum semua anak Indonesia mendapat pelayanan pendidikan yang layak. Selain bangunan sekolah sebagai keperluan primer pendidikan, kebutuhan fasilitas laiinya seperti buku, peralatan tulis-menulis, seragam termasuk hal yang wajib terpenuhi, lagi-lagi bagi mereka yang ada di “sudut-sudut” Indonesia. Bukankah orang pinggiran juga butuh pendidikan.
Sebaiknya untuk daerah pelosok dibuat sekolah satu atap mulai dari sekolah dasar, menengah pertama atau jika memungkinkan ditambah untuk yang menengah lanjutan. Dengan adanya sekolah satu atap dapat memudahkan para murid melaksanakan pendidikan berjenjang, terutama wajib belajar 9 tahun karena mereka tidak perlu jauh-jauh ke kota untuk bersekolah sehingga tidak ada alasan lagi putus sekolah karena masalah jarak tempuh yang jauh dan memerlukan pengeluaran banyak.

TENAGA PENGAJAR

Guru. Ya, itulah kebutuhan selanjutnya yang wajib dipenuhi agar proses pendidikan berjalan lancar. Bagi sekolah-sekolah unggulan yang ada di perkotaan hal ini bukan masalah. Toh, mereka bahkan mampu mendatangkan guru dari luar negeri. Bagi sekolah-sekolah pelosok merupakan “sesuatu” yang mahal hingga kepayahan mendapatkannya. Padahal guru merupakan tombak bagi berhasil atau tidaknya pendidikan selain daripada lingkungan. Dikarenakan keberadaannya yang amat vital bagi proses belajar mengajar, sebaiknya pemerintah tidak tidur dengan masalah ini. Seperti diberitakan Koran Lokak Palembang (6/11/12) “Sekolah Dasar Negeri 153 yang terletak di Kebun Bunga, Kecamatan Sukarame Palembang, dengan anak didik sebanyak1037 siswa/siswi dan tenaga pengajar hanya 23 PNS serta 9 tenaga Honorer”. Juga Tribun Manado (5/11/12) “Sekolah Dasar (SD) Kecil Rasa’an yang terletak di Kecamatan Likupang Timur mengalami kekurangan tenaga pengajar. Sedikitnya untuk saat ini SD Kecil Rasa’an masih membutuhkan empat tenaga pengajar”. Bahkan Lensaindonesia.com (6/9/12) : “Kekosongan jabatan kepala sekolah di Ponorogo dan kurangnya tenaga pengajar untuk tingkat sekolah dasar, berimbas pada kualitas pendidikan. Hal itu terjadi di wilayah pendidikan Ponorogo”. Diakui Supeno Kepala Dinas Pendidikan Ponorogo “Kurangnya tenaga pengajar di wilayahnya tak lepas dari peran pemerintah yang tak lagi menerima pendaftaran PNS. Disebutkan Supeno, dari data jumlah lembaga dan ukuran idealnya, kekurangan tenaga pendidik SD di Ponorogo mencapai 720 orang”.
Ini baru tiga daerah yang saya contohkan, saya yakin masih banyak lagi daerah lainnya yang kekurangan jumlah tenaga pengajar. Kekurangan tenaga pengajar bukan masalah yang layak dibiarkan. Sebaiknya persoalan semacam ini harus segera terselesaikan mengingat pentingnya keberadaan seorang guru bagi para siswa. Jika pemerintah masih kekurangan tenaga pengajar yang berstatus PNS, untuk sementara dapat memanfaatkan guru non PNS dan juga honorer, namun harus tetap harus menggunakan mekanisme yang tepat sehingga tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Meski kekurangan tenaga pengajar namun tak berarti boleh mengangkat guru secara asal-asalan. Kompetensi guru tetap harus menjadi pertimbangan karena bagaimanapun juga kualitas seorang murid juga ditentukan kualitas seorang guru. Pemerintah harus memastikan bahwa mereka adalah guru dengan kompetensi profesional dan pedagogik yang memadai.

FASILITAS GURU
Rumah Dinas Guru (RDG)
Selain siswa/siswi yang memerlukan fasilitas sekolah, demikian halnya dengan para guru yang juga membutuhkan fasilitas seperti RDG ini. Kebutuhan RDG terutama bagi para guru yang rela mengajar di daerah terpencil karena sudah seharusnya semangat perjuangan para guru mendidik anak bangsa di imbangi dengan fasilitas yang menunjang. Pemenuhan fasilitas untuk guru tentu saja agar para guru tidak mengajar setengah hati hanya dikarenakan fasilitas yang tidak memadai, bukankah mereka juga telah berkorban dengan rela menjauhi indahnya gemerlap perkotaan dan juga hidup serba sederhana dengan fasilitas seadanya? Kebutuhan RDG diberbagai wilayah masih sangat kurang, kalaupun sudah ada banyak diantaranya yang telah rusak dan membutuhkan perbaikan seperti yang diberitakan dua media berikut ini. Sindonews.com (11/9/12) “Dinas Pendidikan Banyuasin menyatakan kondisi rumah dinas guru (RDG) terutama pada jenjang pendidikan dasar (SD) di Banyuasin sudah banyak rusak. Sebagai perbandingan, dari tidak lebih dari 200 rumah dinas ada di sekolah negeri di Banyuasin, sebanyak 145 dalam kondisi rusak sehingga tidak dapat dihuni” dan Banjarmasinpost.co.id, Ketua Komisi III DPRD Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang membidangi masalah Pendidikan, Kesehatan dan Kesra, Subandi, menegaskan, program guru silang dari sekolah yang ada di kecamatan kota ke pelosok Palangkaraya selayaknya juga dibarengi dengan pembangunan perumahan dinas guru  di sekolah pelosok tersebut agar guru tidak mondar-mandir ke kecamatan kota”. "Selama ini memang dilematis. Untuk peningkatan dan pemerataan pendidikan untuk sekolah yang ada di pelosok  sangat kekurangan guru. Mereka kurang berminat untuk mengajar di daerah pelosok tersebut lantaran kurangnya fasilitas pendukung untuk sarana belajar termasuk masih minimnya perumahan dinas guru di pelosok," katanya.

Dari dua berita diatas dapat dilihat pentingnya keberadaan RDG sebagai penunjang kegiatan guru yang berada di daerah pelosok. Selain itu, ternyata masih banyak RDG yang belum terpenuhi ataupun yang membutuhkan perbaikan dengan segera. Harapan ini tentu bukan saja milik para guru, namun juga masyarakat setempat karena mereka pastinya akan senang jika anak-anak mereka dapat bersekolah dan gurunya mengajar dengan sepenuh hati dan tentu saja agar para guru yang ada di pelosok tidak cemburu dengan para guru yang ada di perkotaan.

Tunjangan
Menurut saya, selain Rumah Dinas Guru, hal pentingnya lainnya yang perlu diperhatikan adalah masalah tunjangan bagi para guru. Selama ini banyak orang yang enggan menjadi guru  karena pekerjaan ini dianggap tidak bisa membuat orang menjadi “kaya”, meski pada kenyataan mereka kaya dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu sudah sepatutnya para guru mendapat gaji tambahan yaitu tunjangan agar mereka sejahtera dan lebih bergairah dalam menularkan ilmu pada para siswanya. Sebenarnya tunjangan ini sudah bukan berbentuk ide lagi, karena kenyataannya pemerintah telah memberikan tunjangan pada para guru yang berstatus PNS, non PNS maupun honorer. Namun seperti yang santer terdengar, pemberian tunjangan ini masih saja memunculkan banyak masalah disana-sini. Mulai dari penyaluran alokasi dana tunjangan profesi guru yang berstatus pegawai negeri sipil di daerah yang terhambat, keterlambatan dan kekurangan pembayaran tunjangan profesi guru yang disalurkan pemerintah hingga guru yang bingung karena terlalu banyak rekening yang harus dibuka untuk penerimaan tunjangan. Masalah-masalah seperti seharusnya tidak perlu ada jika saja para pejabat yang ditunjuk untuk menyalurkan dana tunjangan tersebut bertugas sesuai prosedur dan tentu saja birokrasi yang mbulet ditiadakan.
Jangan lupa juga memikirkan kesejahteraan para guru yang ada di perbatasan karena kondisinya tidak kalah menyedihkan. Banyak guru yang tidak mendapatkan hak tunjangan khusus guru perbatasan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
seperti dilansir dari Koran-jakarta.com (6/11/12) Anggota Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menambahkan sistem penyaluran tunjangan khusus guru perbatasan dan daerah terpencil bermasalah. Hanya 5 persen dari total anggaran tunjangan khusus guru di perbatasan yang terserap dengan baik. "Sistem delivery bermasalah. Uang dari pusat ada, tapi penyerapannya susah," kata Hetifah.
Sebaiknya pemerintah segera memperbaiki sistem pembayaran tunjangan yang lebih baik.  Pembayaran tunjangan profesi guru yang disalurkan pemerintah kota/kabupaten sebaiknya segera dievaluasi. Pembayaran tunjangan profesi guru sebesar satu kali kaji pokok setiap bulannya mungkin akan lebih lancar ketika disalurkan oleh pemerintah provinsi.

MORAL GURU
Setelah pemerintah dituntut memperbaiki infrasrtuktur dan fasilitas sekolah, penambahan tenaga pengajar, memenuhi fasilitas dan tunjangan guru, kini saatnya mengingatkan “pahlawan” kita yaitu Bapak dan Ibu guru untuk menjaga sikapnya baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. “guru kencing berdiri, murid kencing sambil berlari”, pepatah ini tak kan lekang oleh waktu karena akan selalu mengingatkan para guru kapanpun, dimanapun agar senantiasa berakhlak mulia. Bukankah seorang guru harus memiliki standar intelektual dan sehat secara fisik, psikis, mental, moral, sosial dan juga spiritual. Jika setiap guru mampu memenuhi persyaratan di atas, saya yakin tidak akan ada guru bermasalah alias sempurna. Sayangnya, banyak oknum guru yang minus moral sehingga melakukan tindakan yang seharusnya tidak patut dilakukan oleh seorang guru. Ibarat gara-gara nila setitik rusaklah susu sebelanga, ulah beberapa oknum guru pun mencoret muka pendidikan di Indonesia. 

Kasus asusila
Pelecehan seksual kerap kali dilakukan oleh guru pria terhadap murid perempuannya. Mulai dari pencabulan hingga pemerkosaan. Seperti bulan Maret lalu yang terjadi di salah satu SMP Negeri di Nganjuk, ada seorang guru kesenian yang menyetubuhi enam siswinya dengan dalih memberikan jam pelajaran tambahan kepada siswi yang incarnya kemudian menodai siswi tersebut di dalam kelas. Siapapun yang mengetahui berita ini pastilah sangat miris dan menyesalkan tindakan amoral oknum guru tersebut karena telah menghancurkan masa depan korbannya. Jika demikian, masih pantaskah ia disebut seorang guru?

Kasus kekerasan
Kasus berikutnya yang tak kalah memilukan adalah kasus kekerasan yang dilakukan oknum guru terhadap muridnya. Kasus kekerasan tidak hanya dilakukan oleh guru laki-laki namun juga oleh guru perempuan, tentu sangat mengecewakan melihat kenyataan ini. Seorang guru yang harusnya menyayangi murid layaknya kasih sayang ibu terhadap anak malah mengasari mereka. Kekerasan tersebut terjadi dalam berbagai bentuk yang melukai fisik maupun psikis murid. Kekerasan fisik diantaranya dengan mencubit, menampar, memukul, bahkan menendang. Kekerasan psikis yang terjadi antar lain memaki-memaki dengan kata kasar seperti bodoh, melempar buku tulis siswa dan masih banyak lagi. Sebagai contoh adalah pengalaman saya sendiri sewaktu sekolah dahulu. Ketika duduk di bangku kelas 1 SD guru Bahasa Indonesia saya melempar buku tulis teman saya gara-gara tidak bisa menuliskan kata pisang, tentu kami ketakutan pada saat itu karena kami bahkan baru lulus TK, hingga sekarangpun saya masih mengingat kejadian saat itu. Kemudian saat SMA teman saya berinisial H ditampar oleh guru Kimia di dalam kelas, saat upacara bendera teman laki-laki saya berinisial A ditampar oleh guru Matematika dan teman perempuan  berinisial P dipukul dengan kayu oleh guru Kimia yang tadi juga menampar teman saya di dalam kelas. Haruskah cara-cara kriminal seperti ini dilakukan seorang guru?

Kasus diskriminasi
Stop diskriminasi!!! Diakui atau tidak diskriminasi sering mewarnai dunia pendidikan. Sikap “membeda-bedakan” ini jika dilakukan seorang guru kepada murid pastinya akan mempengaruhi mental anak tersebut. Kecerdasan, etnis, asal, warna kulit atau kondisi ekonomi keluarga sering kali menjadi alasan untuk mengerdilkan mental seorang siswa. Yang paling umum ditemui adalah diskriminasi program study, dimana murid-murid dari jurusan IPA dikatakn lebih baik dari pada mereka yang memilih jurusan IPS dan Bahasa. Murid kelas IPA sering di identikkan bahwa mereka itu pintar, kutu buku dan bermasa depan cerah. Anak kelas IPS diidentikkan sebagai kumpulan anak-anak nakal, suka tawuran dan bermasa depan suram. Lebih parah lagi, kelas Bahasa dikatakan sebagai anak buangan karena tidak diterima di kelas IPA maupun IPS. Padahal tidak pernah ada penelitian yang mampu membuktikan kebenaran tersebut. Bukankah semua ilmu pasti berguna? Indonesia memiliki para ilmuwan yang pastinya berasal dari kelas IPA yang mempelajari ilmu alam, pemerintah butuh akuntan dan diplomat dari jurusan IPS yang belajar ilmu sosial dan tentu saja kita semua butuh bahasa agar mampu berkomunikasi dengan baik dan benar . Lalu kenapa masih ada diskriminasi, jika semua ilmu nyatanya berguna?

Lain-lain
Selain tiga tindakan di atas, tindakan kurang terpuji laiinnya yang dilakukan oknum guru ialah melakukan praktik jual beli nilai, menggunakan narkoba, menggunakan ijazah palsu demi memperoleh gelar akademik, perselingkuhan bagi guru yang telah beristri/bersuami dan tentunya masih banyak lagi yang belum tercantum dalam tulisan ini.

Apapun bentuk kesalahan yang dilakukan oleh guru haruslah mendapat hukuman yang sesuai agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun rekan sesama guru. Dalam bahasa Jawa kata guru merupakan kepanjangan dari digugu lan ditiru, artinya dapat dipercaya dan jadi contoh dengan kata lain guru adalah tauladan bagi muridnya. Bagaimana bisa menjadi tauladan jika perbuatan seorang guru penuh dengan cela. Padahal dikatakan sebelumnya bahwa guru merupakan ujung tombak masalah pendidikan. Semoga kasus yang dilakukan beberapa oknum guru dapat menjadi pelajaran berharga bagi para guru lainnya dan semoga kejadian-kejadian tersebut dapat dienyahkan dari dunia pendidikan.

SEKOLAH GRATIS
Pemerintah dengan gencarnya mengkampanyekan sekolah gratis kepada masyarakat, namun pada kenyataanya hampir tidak ditemui sekolah yang benar-benar gratis. Toh, nyatanya masih banyak siswa yang membayar hingga jutaan rupiah. Sekolah-sekolah membebankan berbagai pungutan liar kepada para siswa dengan bermacam-macam modus. Koransumedang.com (24/10/12) mengabarkan : Program buku yang katanya gratis, namun belakang datang tagihan bahwa buku tersebut harus dibayar. Hal itu, merupakan taktik mencari keuntungan dengan skrenario perangkap untuk menjebak mangsa. Bahkan, dari dua UPTD Pendidikan TK dan SD di Sumedang ini, berhasil dijaring uang hingga Rp. 191 juta.
Adanya program Bantuan Operasioanl Sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah BOS seharusnya dapat meringankan beban para orang tua siswa. Sebagaimana tujuan utama dari BOS adalah untuk membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI), membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta serta meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Dengan demikian perlu diadakan pengawasan terhadap penggunaan dana BOS, baik oleh wali murid, para guru, masyarakat maupun pemerintah. Menurut saya langkah pemerintah yang menyalurkan dana BOS dengan mekanisme transfer melalui pemerintah provinsi sudah benar. Namun pengawasan tetap harus dilakukan agar celah korupsi tidak pernah ada lagi. Dengan demikian diharapkan program sekolah gratis benar-benar terealisasi dan dapat dinikmati oleh para peserta didik yang membutuhkannya.

Semoga pendidikan di Indonesia semakin baik kualitasnya dan merata ke seluruh penjuru tanah air bahkan hingga sudut-sudutnya. Jayalah Indonesiaku, berkibarlah Indonesiaku. Wahai guruku, kau pahlawanku, lentera dalam hidupku, terangilah seluruh negeri dengan sinarmu. Terima kasih banyak guru telah menjadikanku berguna bagi bangsaku.

Referensi :
ANTARA News, 2012. Penyaluran tunjangan guru jangan terhambat. Diunduh pada 10/11/2012. http://www.antaranews.com/berita/328063/penyaluran-tunjangan-guru-jangan-terhambat

Banjarmasinpost.Co.Id, 2012. Guru Pelosok Harus Disiapkan Rumah Dinas. Diunduh pada 10/11/2012. http://banjarmasin.tribunnews.com/mobile/index.php/2012/06/07/guru-pelosok-harus-disiapkan-rumah-dinas
Kemendikbud.go.id, 2012. Tentang BOS. Diunduh pada 10/11/2012. http://bos.kemdikbud.go.id/home/about

Koran-jakarta.com, 2011. Nasib Guru Daerah Perbatasan Memprihatinkan. Diunduh pada 10/11/2012. http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/77039

Kuswandi, R, 2012. Tunjangan Guru Tak Utuh, FGII Tuntut Gubernur Jabar. Diunduh pada 10/11/2012.http://regional.kompas.com/read/2012/10/29/1624003/Tunjangan.Guru.Tak.Utuh.FGII.Tuntut.Gubernur.Jabar

Lensaindonesia.Com, 2012. Kualitas Pendidikan di Ponorogo Menurun Akibat Kurangnya Tenaga Pendidik. Diunduh pada 10/11/2012.  http://www.lensaindonesia.com/2012/09/06/kualitas-pendidikan-di-ponorogo-menurun-akibat-kurangnya-tenaga-pendidik.html

Malau, J, -. Tujuan Pendidikan Nasional. Diunduh pada 10/11/2012. http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html

Mako, 2012. Buku Gratis Tapi Bayar Rp. 191 Jt Dua UPTD Pendidikan Terjebak. Diunduh pada 10/11/2012. http://koransumedang.com/2012/10/buku-gratis-tapi-bayar-rp-191-jt-dua-uptd-pendidikan-terjebak/

Napitupulu, E. L, 2012. Provinsi Siap Ambil Alih Pembayaran Tunjangan Guru. Diunduh pada 10/11/2012. http://edukasi.kompas.com/read/2012/08/10/20205929/Provinsi.Siap.Ambil.Alih.Pembayaran.Tunjangan.Guru
Noegroho, W, 2012. Stop Diskriminasi Terhadap Siswa. Diunduh pada 10/11/2012. http://ceritaku-sudutpandangku.blogspot.com/2012/10/stop-diskriminasi-terhadap-siswa-ips.html

Sugiarto, I, 2012. SDN 153 Masih Kekurangan Tenaga Pengajar. Diunduh pada 10/11/2012. http://www.koranlokak.com/pendidikan/sdn-153-masih-kekurangan-tenaga-pengajar/ .

Tazmalinda, 2012. 145 unit rumah dinas guru rusak. Diunduh pada 10/11/2012. http://daerah.sindonews.com/read/2012/09/11/24/671799/145-unit-rumah-dinas-guru-rusak

Utodu, S, 2012. SD Kecil Rasa'an Kekurangan Tenaga Pengajar. Diunduh pada 10/11/2012. http://manado.tribunnews.com/m/index.php/2012/11/05/sd-kecil-rasaan-kekurangan-tenaga-pengajar

Wasono, H, 2012. Guru SMP di Nganjuk Setubuhi Enam Siswinya. Diunduh pada 10/11/2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/058391554/Guru-SMP-di-Nganjuk-Setubuhi-Enam-Siswinya

 

Post a Comment

2 Comments
  1. jadi inget guru sd ku....

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
Post a Comment
To Top